Senin, 26 Oktober 2009

aLiraN EsenSiaLismE daLam FiLsaFat PenDidiKaN

A. PENDAHULUAN
Ciri-ciri esensialisme :
1. Melawan progresivisme
2. Bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan.
3. Terbentuk dari idealisme dan realisme.
4. Fleksibel, terbuka untuk perubahan, toleran, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.

Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang tela hada sejak awal peradaban umat manusia.
Esensialisme timbul karena adanya tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut Abad Pertengahan. (Barnadib, 1997:52)
Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatisme Abad Pertengahan. Maka, disusunlah konsepsi yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman modern. Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen esnsialisme, titik berat tinjauannya adalah mengnai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual.

B. TOKOH-TOKOH ALIRAN ESENSIALISME

1. Desiderius Erasmus
Humanis Belanda yang hidup pada akhir Abad ke-15 dan permulaan Abad ke-16, adalah tokoh yang mula-mula sekali berontak terhadap pandangan hidup yang berpijak pada “dunia lain”. Tokoh ini berusaha agar kurikulum di sekolah bersifat humanistis dan internacional, yang dapat diikuti oleh kaum tengahan dan aristokrat
2. Johann Amos Cornenius
Adalah pendidik Renaisans pertama yang berusaha untuk mensistematisasikan proses pengajaran. Tokoh ini dengan menilik pandangan-pandangannya, dapat disebut seorang realis yang dogmatis. Ia berkata antara lain bahwa hendaklah segala sesuatu diajarkan melalui indra karena indra adalah pintu gerbang jiwa. Cornenius mempunyai pendirian bahwa karena dunia itu dinamis dan betujuan, tugas kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai kehendak Tuhan.
3. John Locke
Adalah tokoh dari Inggris yang dikenal sebagai “pemikir dunia ini”, ia berusaha agar pendidikan menjadi dekat dengan situasi-situasi. Locke mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
4. Johann Henrich Pestalozzi
Peercaya sedalam-dalamnya mengenai alam dalam arti peninjauan yang bersifat naturalistis. Alam dengan sifat-sifatnya tercermin pada manusia, yang karenanya memiliki kemampuan-kemampuan wajarnya.
5. Friedrich Frobel
Memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif. Dalam tingkah laku demikian initampak adanya kualitas metafisis; maka tugas pendidikan adalah memimpin anak didik ini ke arah kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai dengan pernyataan dari Tuhan.
6. Johann Friedrich Herbart
Salah seorang murid Immanuel Kant, adalah tokoh yang selalu bersikap kritis. Ia berpendirian bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari Yang Mutlak, yang berarti antara lain penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan. Proses ini disebut Herbart sebagai pengajaran yang mendidik.
7. William T. Harris
Sebagai tokoh Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh Hegel ini berusaha menerapkan idealisme objektif pada pendidikan umum. Menurut Harris, tugas pendidikan adalah mengijinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang tidak terelakkan bersendikan kesatuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang kepada masyarakat.
(Barnadib, 1997:52-54)



C. PANDANGAN ONTOLOGI ESENSIALISME

Yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada cela pula. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran, dan keagungan. Dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idelaisme dan realisme. (Jalaluddin dan Idi, 2007:101)

D. PANDANGAN EPISTEMOLOGI ESENSIALISME

Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari bahwa realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah manusia memproduksi pengetahuannya secara tepat dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial, dan agama. (Jalaluddin dan Idi, 2007:103)

E. PANDANGAN AKSIOLOGI ESENSIALISME

Pandangan ontologi dan epistemologi sangat mempengaruhi pandangan aksiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal dan tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme.
Penganut idealisme berpendapat bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika interaktif dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi, bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidup.
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu síntesis dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian, dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu. (Jalaluddin dan Idi, 2007:106)

F. PANDANGAN ESENSIALISME MENGENAI BELAJAR

Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. (Jalaluddin dan Idi, 2007:107)
Pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan terbatas. Determinasi mutlak menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya. Determinasi terbatas, yang memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. (Jalaluddin dan Idi, 2007:108)

G. PANDANGAN ESENSIALISME MENGENAI KURIKULUM

Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaknya berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Bersumber pada pandangan inilah kegiatan pendidikan dilakukan.
Menurut Bogoslousky, selain ditegaskan dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum juga dapat diibaratkan sebuah rumah yang mempunyai empat bagian.
Pertama, universum. Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
Kedua, sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi, manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, serta hidup aman dan sejahtera.
Ketiga, kebudayaan. Kebudayaan merupakan karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran, dan penilaian mengenai lingkungan.
Keempat, kepribadian. Pembentukan kepribadian dalam arti riil tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaknya diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan intelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
(Jalaluddin dan Idi, 2007:108-109)



DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset

Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media